Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan bahwa 11 dari 18 kabupaten dan kota di Provinsi Aceh yang terkena dampak bencana telah memperpanjang status tanggap darurat. Keputusan ini diambil untuk memfasilitasi penanganan dan pemulihan yang lebih baik bagi masyarakat yang terdampak.
Kepala BNPB Suharyanto menyebutkan bahwa perpanjangan status ini diberlakukan selama satu minggu ke depan. Tindakan ini diharapkan dapat memaksimalkan upaya dalam mengatasi dampak bencana yang terus dirasakan di wilayah tersebut.
Lebih lanjut, Suharyanto menjelaskan bahwa dari 18 kabupaten dan kota tersebut, tujuh telah beralih dari transisi darurat menuju fase pemulihan. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa daerah mulai kembali pulih meski kondisi masih memerlukan perhatian lebih lanjut.
Dalam konteks ini, 11 kabupaten dan kota yang memperpanjang status tanggap darurat meliputi Kabupaten Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tengah, dan Gayo Lues. Selain itu, juga terdapat Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Bener Meriah, Aceh Tamiang, Nagan Raya, dan Kota Lhokseumawe.
Perincian Daerah Terkena Dampak Bencana di Aceh
Dari sebelas daerah tersebut, terdapat tujuh yang mengalami kerusakan parah akibat bencana banjir. Kabupaten-kabupaten tersebut termasuk Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues.
Suharyanto menegaskan bahwa perhatian khusus harus diberikan kepada kabupaten-kabupaten yang terparah ini. Upaya penanganan bencana harus dilakukan secara intensif untuk memastikan keselamatan masyarakat dan mencegah situasi yang lebih buruk.
Sementara itu, kabupaten-kabupaten yang sudah memasuki fase transisi dari darurat ke pemulihan meliputi Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Subulussalam, Langsa, Aceh Barat, Aceh Besar, dan Aceh Singkil. Langkah ini menandai kemajuan dalam pemulihan daerah-daerah yang telah terkena dampak bencana.
Tantangan yang Dihadapi Dalam Penanganan Bencana
Sekretaris Daerah Aceh M Nasir mengungkapkan bahwa total wilayah yang terdampak bencana mencapai 3.978 desa yang tersebar di 225 kecamatan. Situasi ini menuntut strategi penanganan yang tepat untuk meringankan beban yang dihadapi oleh masyarakat lokal.
M Nasir merinci bahwa saat ini kebutuhan mendesak para korban bencana telah beralih ke non-pangan, seperti tenda pengungsian, sumber air bersih, lampu darurat, peralatan medis, dan peralatan dapur. Ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai mengalami kesulitan di luar kebutuhan makanan.
Total logistik yang telah disalurkan selama masa tanggap darurat telah mencapai 1.251,6 ton dari 1.478,8 ton bantuan yang diterima. Ini meliputi berbagai jenis bantuan, baik makanan maupun barang kebutuhan non-makanan.
Upaya Pemulihan dan Rencana Aksi
M Nasir juga menambahkan bahwa dengan adanya beberapa daerah yang memasuki fase transisi ini, langkah-langkah pemulihan harus segera dilakukan. Fokus awal pemulihan adalah memperbaiki rumah-rumah yang mengalami kerusakan baik ringan maupun sedang, guna mengurangi jumlah pengungsi.
Upaya pemulihan ini diharapkan dapat mempercepat proses kembali ke kehidupan normal bagi masyarakat yang terdampak. Selain itu, rencana aksi juga akan melibatkan keterlibatan masyarakat untuk membangun kembali lingkungan mereka.
Secara keseluruhan, penanganan bencana di Aceh ini merupakan tantangan yang perlu ditangani secara kolaboratif oleh berbagai pihak. Keberhasilan dalam mengatasi bencana akan sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, instansi terkait, dan masyarakat.


