Penerapan keadilan restoratif, yang dikenal dengan istilah restorative justice (RJ), kini menjadi fokus pembicaraan dalam dunia hukum di Indonesia. Seiring dengan upaya untuk mencapai keadilan yang lebih manusiawi, sistem ini memberikan alternatif penyelesaian perkara yang berfokus pada pemulihan hubungan antara pelaku dan korban.

Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej, atau yang lebih akrab disapa Eddy Hiariej, menjelaskan bagaimana keadilan restoratif ini dapat diterapkan dari tingkat penyelidikan hingga menjalani hukuman penjara. Contoh yang diungkapkan Eddy menggambarkan bagaimana mekanisme ini bisa efektif dalam proses hukum.

Dalam konteks ini, Eddy mencontohkan situasi di mana suatu tindak pidana, seperti penipuan, dapat diselesaikan dengan cara mengganti kerugian. Hal ini menciptakan jalan keluar yang tidak hanya menguntungkan pelaku, tetapi juga korban, asalkan ada kesepakatan yang saling menguntungkan.

Menggali Konsep Keadilan Restoratif dalam Hukum Indonesia

Restorative justice adalah pendekatan yang memprioritaskan penyelesaian masalah dengan cara dialog dan negosiasi antara pelaku dan korban. Pendekatan ini bertujuan untuk memperbaiki kerugian yang dialami oleh korban dan memberikan pelaku kesempatan untuk bertanggung jawab tanpa melewati proses peradilan yang formal. Metode ini dianggap lebih efisien, terutama dalam kasus-kasus non-kekerasan, yang mengurangi beban sistem peradilan.

Dalam penjelasannya, Eddy menekankan bahwa penerapan keadilan restoratif ini tidak dapat sembarangan dilakukan. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar RJ bisa diterapkan, antara lain persetujuan formal dari korban. Ini berarti bahwa proses ini sangat bergantung pada kehendak pihak yang terdampak.

Beliau juga menjelaskan bahwa keadilan restoratif ini diperuntukkan bagi pelaku yang belum pernah sebelumnya melakukan tindak pidana. Selain itu, ancaman pidana yang dihadapi pelaku juga tidak boleh lebih dari lima tahun penjara, dan ini menjadi batasan yang jelas dalam penerapan RJ di Indonesia.

Proses Penerapan Restorative Justice di Berbagai Tahap Hukum

Eddy menggambarkan bahwa langkah-langkah untuk menerapkan keadilan restoratif ini bisa dilakukan sejak tahap penyelidikan. Dalam tahap ini, jika korban bersedia memaafkan pelaku, dan pelaku bersedia mengganti kerugian, proses hukum bisa diselesaikan dengan cara yang lebih damai.

Proses ini bahkan bisa berlanjut hingga tahap peradilan dan menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan restoratif tidak hanya terbatas pada tahap awal proses hukum, tetapi juga bisa berlangsung selama pelaksanaan hukuman, memfasilitasi perbaikan hubungan sosial.

Eddy menambahkan, jika telah ada kesepakatan dan pelaku telah memenuhi syarat dengan baik, maka implementasi RJ dapat menjadi bagian dari proses rehabilitasi. Ini berpotensi meminimalkan stigma negatif terhadap pelaku di masyarakat, sehingga mereka bisa diterima kembali dalam lingkungan sosial.

Regulasi dan Rencana Penerapan KUHAP Baru dalam Konteks Restorative Justice

Kuasa hukum mengungkapkan bahwa terdapat mekanisme dalam KUHAP yang mengatur tentang penerapan keadilan restoratif. Pada dasar hukumnya, restorative justice dapat dipergunakan dalam kasus-kasus tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun atau denda, sehingga jelas batasan ini diperhatikan.

Seiring dengan perkembangan hukum di Indonesia, terdapat sembilan jenis tindak pidana yang dikecualikan dari penerapan RJ. Jenis-jenis tersebut mencakup tindak pidana yang berhubungan dengan keamanan negara, korupsi, dan kekerasan seksual. Hal ini bertujuan untuk menjaga integritas hukum dan memberikan kepastian bagi masyarakat.

Sementara itu, pihak DPR telah menyetujui pengesahan KUHAP baru yang diharapkan dapat menjadi payung hukum untuk pelaksanaan keadilan restoratif ini. Meskipun ada kritik terkait transparansi dan partisipasi publik dalam proses pembahasan, namun banyak yang berharap bahwa regulasi ini akan menciptakan sistem peradilan yang lebih adil dan menggugah partisipasi masyarakat.

Iklan