Di akhir tahun 2025, cuaca ekstrem yang melanda Daerah Istimewa Yogyakarta telah menimbulkan berbagai bencana alam yang merugikan masyarakat. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat melaporkan bahwa fenomena ini menyebabkan pohon tumbang, kerusakan rumah, dan masalah akses jalan di sejumlah wilayah pada tanggal 26 hingga 27 Desember.

Kepala Pelaksana BPBD DIY, Agustinus Ruruh Haryata, menyatakan bahwa pihak BMKG telah memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi potensi risiko bencana. Peringatan ini berlangsung sejak hari Jumat hingga Sabtu dengan beberapa pembaruan yang dilakukan oleh BMKG untuk menginformasikan masyarakat secara terus-menerus.

“Lokasi yang paling terdampak adalah Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, dan Kabupaten Kulon Progo,” ungkap Ruruh. Sementara itu, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta tidak mengalami laporan kerusakan signifikan akibat cuaca yang ekstrem tersebut.

Profil Dampak Cuaca Ekstrem di Yogyakarta

Dalam laporan yang diterima BPBD, diketahui bahwa Kabupaten Bantul menjadi salah satu daerah dengan jumlah kejadian tertinggi. Sekitar 88 titik kejadian dilaporkan di delapan kapanewon, dengan dampak terburuk berupa pohon tumbang yang terjadi di 79 lokasi. Ini jelas menunjukkan betapa seriusnya dampak cuaca ekstrem yang dihadapi masyarakat setempat.

Akses jalan juga menjadi salah satu masalah yang perlu diperhatikan karena terdampak di 39 titik, mengakibatkan kesulitan bagi mobilitas warga. Kerusakan rumah pun tidak kalah signifikan, dengan 25 unit rumah dilaporkan rusak akibat bencana ini, menambah daftar masalah yang harus dihadapi oleh masyarakat Bantul.

Pada aspek infrastruktur lainnya, gangguan jaringan listrik terjadi di 15 titik, yang berpotensi memperburuk kondisi kehidupan sehari-hari masyarakat. Beberapa jaringan komunikasi juga mengalami gangguan di satu titik, menyulitkan akses informasi di daerah yang terdampak lebih lanjut.

Penanganan dan Tindakan Darurat yang Dilakukan

BPBD tidak tinggal diam menghadapi situasi ini. Evakuasi warga dilaksanakan di Kapanewon Sanden akibat banjir genangan yang terjadi di beberapa titik. Ini adalah langkah cepat yang perlu diambil untuk melindungi warga dari risiko yang lebih besar.

Bagi Kabupaten Gunungkidul, laporan mencatat tujuh titik kejadian di tiga kapanewon, termasuk Tanjungsari dan Wonosari. Jumlah kerugian yang dihasilkan diperkirakan mencapai Rp900.000, ini belum termasuk dampak ekonomi yang lebih luas akibat kerusakan pada tempat usaha.

Kalimantan dan infrastruktur pendidikan juga terkena imbas, dengan tempat usaha seperti kios mengalami kerusakan yang cukup parah, hingga mempengaruhi ekonomi lokal. Di Kecamatan Playen, misalnya, dampak cuaca ekstrem juga mengganggu aktivitas pendidikan, yang tentunya menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah setempat.

Koordinasi Antara Berbagai Unsur Penanganan Bencana

Dalam menghadapi bencana ini, koordinasi antara berbagai pihak menjadi kunci utama penanganan yang efektif. Ruruh menyebutkan bahwa unsur-unsur yang dilibatkan dalam penanganan meliputi TNI, Polri, Dinas Sosial, serta relawan setempat. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan bencana memerlukan kerjasama lintas sektoral.

Relawan dan masyarakat turut berperan aktif membantu dalam proses evakuasi dan penanganan bencana. Upaya kolaboratif ini dapat memfasilitasi pemulihan lebih cepat dan efektivitas dalam menangani situasi darurat.

Ruruh menegaskan bahwa data terkait kerusakan yang dihimpun masih bersifat sementara dan bisa berubah. “Pendataan terus dilakukan untuk memastikan kebutuhan di lapangan terakomodasi dengan baik,” tambahnya.

Pentingnya Kesadaran dan Persiapan Bencana di Kalangan Masyarakat

Situasi ini menjadi pengingat pentingnya kesadaran dan persiapan bencana di kalangan masyarakat. Edukasi tentang cara mengatasi bencana dan mengenali tanda-tanda cuaca ekstrem sangat penting untuk meningkatkan ketahanan lokal. Masyarakat yang teredukasi akan lebih siap menghadapi situasi darurat.

Pemerintah daerah diharapkan terus meningkatkan sosialisasi tentang mitigasi bencana kepada warganya. Dengan langkah-langkah proaktif, masyarakat bisa lebih siap dan tidak hanya mengandalkan reaksi setelah kejadian bencana terjadi.

Di samping itu, pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan mitigasi bencana juga krusial. Dengan cara ini, kepentingan dan kebutuhan lokal bisa diperhatikan dalam penanganan yang lebih menyeluruh dan efektif.

Iklan