Jaksa Agung Burhanuddin menegaskan bahwa bencana banjir besar dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat bukanlah fenomena alam yang biasa. Ia menyebutkan bahwa faktor perubahan alih fungsi lahan berkontribusi besar terhadap terjadinya bencana tersebut, terutama ketika disertai dengan curah hujan yang tinggi.
Menurut Burhanuddin, banjir yang terjadi memiliki korelasi kuat dengan pengurangan tutupan vegetasi di hulu daerah aliran sungai. Hal ini menyebabkan daya serap tanah berkurang, meningkatkan aliran air permukaan, serta memicu terjadinya hujan ekstrem dan banjir bandang.
Dalam penjelasannya, Burhanuddin mencantumkan hasil klarifikasi dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang menyatakan adanya indikasi keterlibatan berbagai entitas korporasi dan individu dalam perubahan lahan itu. Temuan ini menjadi langkah awal untuk penanganan dan pemulihan kawasan terdampak bencana.
Faktor Penyebab Banjir dan Tanah Longsor di Wilayah Tersebut
Banjir yang melanda Sumatra ini bukan hanya diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi, tetapi juga oleh perilaku manusia yang mengubah fungsi lahan secara masif. Perubahan ini menciptakan masalah berkelanjutan di mana aliran air tidak dapat dikelola dengan baik akibat minimnya tutupan vegetasi.
Burhanuddin menegaskan bahwa seiring hilangnya vegetasi, daya serap tanah menjadi berkurang, sehingga air hujan akan langsung mengalir ke permukaan tanpa ada hambatan. Hal ini menjadi penyebab utama terjadinya banjir bandang yang merusak.
Dengan mengidentifikasi penyebab utama, diharapkan langkah-langkah pencegahan dapat diambil untuk mengurangi risiko bencana di masa depan. Pendekatan yang lebih berkelanjutan dengan menjaga lingkungan sangat diperlukan saat ini.
Tindakan dan Investigasi yang Dilakukan oleh Satuan Tugas
Dalam upayanya, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap 27 perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut. Hasil temuan menunjukkan bahwa banyak dari entitas ini berkontribusi negatif terhadap kawasan yang rawan terkena bencana.
Burhanuddin menginformasikan bahwa Satgas PKH akan melanjutkan investigasi untuk meneliti semua subjek hukum yang dicurigai terlibat dalam alih fungsi lahan. Mereka akan fokus pada penyelidikan agar dapat memberikan solusi yang tepat untuk mencegah bencana serupa di kemudian hari.
Pihaknya juga melibatkan berbagai stakeholder, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Polri, untuk menyelaraskan langkah penanganan. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada tumpang tindih dalam pemeriksaan dan penuntasan kasus secara efektif.
Pentingnya Penegakan Hukum dalam Menangani Masalah Lingkungan
Burhanuddin menekankan bahwa penegakan hukum yang tegas adalah kunci dalam menjaga stabilitas nasional. Dalam konteks ini, penting untuk memastikan bahwa tindakan ilegal terkait alih fungsi lahan tidak dibiarkan begitu saja, mengingat dampaknya yang bisa sangat merusak bagi lingkungan dan masyarakat.
Hukum harus ditegakkan secara konsisten agar pelanggar dapat diberi sanksi yang sesuai. Tanpa penegakan hukum yang kuat, upaya menjaga lingkungan hidup dan mencegah bencana alam akan menjadi sia-sia.
Dengan memperkuat kapasitas pengawasan dan penegakan hukum, diharapkan semua pihak dapat terlibat aktif dalam menjaga daerah aliran sungai dan kawasan hutan. Hal ini akan membantu mengurangi risiko terjadinya bencana di masa depan, menciptakan lingkungan yang lebih aman.



