Pihak Kejaksaan Tinggi Bali telah mengambil langkah tegas dengan menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi terkait penyelewengan bantuan rumah subsidi di Kabupaten Buleleng. Penetapan ini dilakukan pada Rabu (17/12) dan melibatkan pemilik serta Direktur sebuah perusahaan dan seorang pegawai bank yang terlibat dalam proses tersebut.
Kedua tersangka tersebut berinisial KB, selaku pemilik PT. Pacung Prima Lestari dan IKADP, yang merupakan Relationship Manager di bank penyalur kredit. Kasus ini berfokus pada penyimpangan dalam pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah itu.
Sebelumnya, Kejati Bali telah menetapkan tersangka lain, yakni Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, bernisial IMK, yang terlibat dalam pemerasan terkait perizinan pembangunan rumah subsidi di Buleleng. Penegakan hukum yang masif ini menunjukkan keseriusan dalam menindak pelanggaran hukum di sektor perumahan.
Penyelidikan dan Penetapan Tersangka yang Mengerucut
Penyidikan yang dilakukan oleh Kejati Bali mengungkap sejumlah fakta mencengangkan tentang tindak korupsi ini. Tersangka KB diduga telah melakukan penipuan dengan merekayasa dokumen permohonan kredit pemilikan rumah sederhana yang seharusnya diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Konsekuensi dari tindakan ini adalah kerugian besar bagi negara dan masyarakat yang seharusnya mendapatkan bantuan.
Jelas sekali bahwa dalam pengusutan kasus ini, Kejati Bali telah menggali informasi dari banyak sumber. Kepala Kejaksaan Tinggi Bali mengungkapkan bahwa setidaknya 50 saksi telah diperiksa untuk mengumpulkan bukti yang cukup dalam kasus ini. Hal ini menunjukkan keseriusan dalam mengungkap fakta di balik dugaan korupsi.
Bukti yang telah dihimpun mencakup keterangan saksi dan ahli, serta dokumen-dokumen mendukung yang ditemukan dalam proses penelusuran. Dengan alat bukti yang kuat, penetapan tersangka tidak hanya menjadi formalisme, tetapi juga merupakan langkah awal untuk membawa kasus ini ke pengadilan.
Metode Penyaluran dan Rekayasa Dokumen
Dalam kasus ini, metode yang digunakan oleh para tersangka sangat mencengangkan. Mereka merekayasa dokumen persyaratan untuk 399 permohonan kredit yang seharusnya tidak diperuntukkan bagi mereka. Penggunaan KTP masyarakat yang memang tidak memenuhi syarat menjadi bukti bahwa ada niatan jahat dalam proses penyaluran fasilitas ini.
Proses pengajuan KPRS atau Kredit Pemilikan Rumah Sederhana dibiayai oleh dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan. Ini merupakan dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, namun disalahgunakan oleh tersangka untuk kepentingan pribadi.
Dari informasi yang didapat, diketahui bahwa tersangka IKADP memperoleh imbalan sebesar Rp400 ribu untuk setiap unit rumah yang berhasil diajukan. Hal ini membuktikan bahwa ada struktur keuntungan yang telah dibangun dari praktik korupsi ini.
Dampak bagi Keuangan Negara dan Masyarakat
Akibat dari aksi korupsi yang dilakukan oleh tersangka KB, kerugian yang dialami negara diperkirakan sekitar Rp41 miliar. Jumlah ini bukan angka kecil dan jelas memberikan dampak yang signifikan bagi anggaran daerah serta program peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Keputusan untuk menahan kedua tersangka selama 20 hari di lembaga pemasyarakatan adalah langkah positif yang diambil Kejati Bali. Ini menunjukkan bahwa penegakan hukum tidak hanya sekadar bicara, tetapi juga ada tindakan nyata untuk mencegah praktik serupa di masa mendatang.
Langkah ini juga diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pihak lain yang berpotensi terlibat dalam praktik korupsi dengan skala yang serupa. Di harapkan, kasus ini menjadi titik tolak bagi pembenahan tata kelola bantuan sosial di sektor perumahan.



